Selasa, 31 Januari 2012

Semangat Para Pengumpul (Sisa) Minyak Sawit


Semangat Para Pengumpul (Sisa) Minyak Sawit


Setiap hari di depan sebuah pabrik penyulingan minyak sawit di kawasan Pelabuhan Tg Emas Semarang, dipenuhi dengan puluhan truk tangki besar-kecil yang berjajar di jalan sepanjang depan pabrik dan lahan-lahan kosong bekas bangunan yang sudah tidak terpakai karena rusak oleh air rob. Ada sedikitnya 60 truk tangki yang setiap hari mengantri untuk membeli minyak sawit dengan surat DO yang sudah mereka pesan sebelumnya. Para sopir truk tangki itu, biasanya berkerumun di warung tenda yang berada di samping lokasi pabrik untuk sarapan pagi sambil menunggu panggilan dari operator untuk mengisi tangkinya dengan minyak sawit.


Di sela-sela para sopir truk tangki sarapan pagi, beberapa orang para pengumpul sisa minyak sawit, telah bersiap memulai aktivitasnya : Berburu Sisa Minyak Sawit. Berbekal ember dan tongkat yang salah satu ujungnya ikat dengan busa, mereka mulai menaiki satu demi satu truk-truk tangki dengan membuka tutup atasnya lalu memasukkan tongkat tersebut ke dasar tangki untuk mendapatkan sisa minyak sawit. Setelah itu mereka peras busa yang menyerap minyak sawit itu di masukan ke dalam ember. Lalu mereka bawa pulang. Entahlah, minyak sawit itu mereka konsumsi sendiri atau dijual kepada pihak lain. Untuk hal ini, mohon maaf saya kurang tahu.
Yang jelas, mereka lakukan hal itu setiap pagi, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, menyambung hidupnya dengan menanti truk-truk tangki pengangkut minyak sawit datang lagi keesokan hari.

Mampir Ke Sam Poo Kong

Mampir Ke Sam Poo Kong



Sebenarnya lokasi Sam Poo Kong dekat dengan rumah kami di Srinindito Timur - Semarang Barat, karena selalu kami lewati ketika kami akan bepergian kearah Tugu Muda melewati jembatan Kaligarang. Namun, baru kesampaian melihat masuk ke dalamnya pada saat liburan tanggal 23 Januari 2012 yang lalu, pas ada kakaknya istri dari Jakarta main ke Semarang.




Kami melihat dari dekat kompleks Sam Poo Kong yang cukup rimbun dengan pepohonan yang di dalamnya terdapat patung Laksamana Cheng Ho yang tinggi besar (konon biaya pembuatan patung mencapai 11 Milyar). Terlebih dulu kami membayar tiket masuk Rp 3.000,-/orang. Kalau tiket turis asing Rp 10.000,-/orang. Kebetulan saat itu sedang ramai pengunjung, sehingga kami harus bersabar antre tiket. (Maklum, loketnya tidak ada uang receh untuk kembalian).
Kamipun berjalan mengikuti petunjuk arah melihat keadaan di dalamnya, sambil jepret foto sana-sini bersama-sama dengan pengunjung yang lain. Di dalam lokasi juga menyediakan jasa foto dengan baju khas China dengan biaya Rp 75.000,- per orang sekali foto. Mahal (?). Setelah puas, lalu kami melanjutkan perjalanan cari oleh2 di Pandanaran buat di bawa ke Jakarta.

Selasa, 17 Januari 2012

Malang -Suramadu Weekend Tour

Akhir pekan tanggal 13-15 Januari 2012, kami sekeluarga rekreasi ke Batu, Malang, berpetualang ke Museum Satwa dan Batu Secret Zoo di Jatim Park 2, Batu Night Spectacular & Kusuma Agro. Serta menyeberang Jembatan Suramadu. Berikut foto2nya. (Maklum pake camdig, jadi hasilnya biasa aja)
(Di Depan Kusuma Agro Strabery)
(bersama penjaga Museum Satwa)
(Pintu Masuk BNS, maaf kondisi hujan jadi foto2 di BNS hanya ini)
 (Di atas Jembatan Suramadu)
 (Maksi di RM Jembatan Suramadu)
Dah..., nantikan petualangan kami berikutnya... Salam.












Senin, 09 Januari 2012

Hujan, Jalanan Jadi Tergenang Air


Senin (26/12) sore, kami berkendara melewati Jl. Dr. Wahidin dari arah barat, tepatnya di depan Gedung Wanita, yang sedang diguyur hujan, jalanan tampak terendam genangan air hujan. Dulu kawasan ini sering tergenang air hujan, tetapi sekarang kondisinya bertambah parah. Saya mulai berpikir, apa ini disebabkan oleh pembangunan beberapa rumah (megah) di atas bekas lahan sawah yang dialihfungsikan menjadi daratan ? Saya jadi khawatir apabila alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman tidak diatur dengan tegas, maka lambat laun akan terjadi luapan air hujan ke jalan-jalan. Apalagi tidak memperhatikan fungsi drainase dan atau saluran irigasi yang melintas di kawasan tersebut.

Kondisi serupa juga terjadi di depan Mapolres Batang, di Jl. Gajahmada, setiap kali turun hujan lebat yang cukup lama maka akan terjadi genangan air setinggi lutut orang dewasa atau setengah roda motor. Beberapa pengendara motor terpaksa harus mutar arah agar tidak mogok terkena genangan air tersebut. Permasalahan hampir sama, saluran air atau gorong-gorong di depan Mapolres terlalu kecil untuk menampung luapan air hujan. Hal ini diperparah oleh dangkalnya saluran air yang berada di depan Musholla As-Salam. Sehingga air tidak bisa mengalir dengan tuntas.

Seperti halnya manusia yang butuh jalan untuk mobilitas sehari-hari. Air sebagai salah satu ciptaan Tuhan juga membutuhkan akses jalan di bumi ini. Ketika kemudian akses jalan air ini (saluran / gorong-gorong / got) diambil haknya oleh manusia dengan dalih pembangunan, maka air pun akan “protes” dengan mengenangi jalan-jalan yang dilalui manusia.

Seyogyanya saluran irigasi dan atau drainase tidak boleh terganggu oleh benda lain seperti sampah atau tertutup tanah. Saluran drainase atau saluran irigasi ibarat sebuah talang air pada bangunan rumah. Talang air akan berfungsi mengalirkan air hujan sehingga atap rumah tidak menerima beban air yang banyak. Apakah kemudian, talang air tersebut dicopot pada musim kemarau dan dipasang lagi bila saatnya hujan? Jawabnya : TIDAK ! Talang air akan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari bangunan rumah. Begitupun saluran air atau drainase atau gorong-gorong / got yang ada di sekitar kita. Keberadaanya harus tetap ada dan bisa berfungsi dengan baik.

Melalui forum ini, mudah-mudahan ada kepedulian dari teman-teman yang ada di Batang agar keberadaan saluran air, gorong-gorong/got, dan saluran irigasi bisa dikembalikan fungsinya. Apalagi dengan telah diterbitkannya PP Nomor 20 tahun 2006 tentang IRIGASI, mudah-mudah di tingkat kabupaten terbentuk Komisi Irigasi sehingga bisa lebih kuat eksistensinya untuk menjaga keberadaan saluran-saluran tersebut.